Satu Semester Telah Berlalu, Apa Kabar Kurikulum 2013?

Kurikulum 2013, sepertinya sudah tidak terdengar lagi gaung kontroversinya. Ya, sepertinya banyak pihak yang akhirnya pasrah, menerima perubahan itu (meski masih banyak cacatnya). Namun, masih ada pihak-pihak yang memperjuangkan akan kejelasan akan kurikulum yang tidak jelas ini (STOP, ada alasan kenapa saya bilang kurikulum 2013 ini tidak jelas, nanti saya jelaskan. Sabar ya!). Satu semester telah berlalu, dan sepertinya belum beres juga kurikulum ini digarap, sementara sudah diterapkan di beberapa sekolah baik negeri maupun swasta. Seperti yang diberitakan di Kompas.com ada 6213 sekolah yang menjadi sasaran penerapan kurikulum baru ini untuk tahun ajaran 2013/2014. Dan rencananya pemerintah akan menerapkan ke seluruh sekolah di Indonesia baik negeri maupun swasta dari tingkat pendidikan dasar hingga menengah pada Juli 2014 nanti.

Baiklah akan saya beberkan unek-unek saya tentang Kurikulum 2013 yang sudah berjalan satu semester ini dan kini memasuki semester kedua dari penerapan kurikulum baru ini.

Terlalu Terburu-buru

Saya punya kata-kata bijak (bagi saya, bagi anda mungkin tidak, no problem.); “Jika kita tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu maka kita mudah untuk dimanfaatkan oleh orang lain”. Analoginya begini, suatu ketika anda berwisata ke Jogja, setelah beberapa hari di Jogja anda lupa bahwa anda belum membeli tiket kereta untuk perjalanan pulang ke kota anda. Lalu anda mencoba membuka situs pejualan tiket kereta api online, sementara anda melihat di sana hanya ada angka 0 dan harga tiket per orang dari masing-masing kereta, artinya tidak ada tiket kereta lagi untuk anda. Lalu anda pergi ke ***maret atau ***mart (maaf, tidak boleh sebut merek ya), anda menanyakan pada kasir perihal tiket kereta api. Sebuah jawaban yang mengecewakan buat anda bahwa tidak ada tiket kereta api lagi untuk anda. Anda pun mulai panik, anda bingung dengan diri anda sendiri, mungkin memaki-maki diri anda sendiri karena lupa beli tiket, atau memaki-maki teman anda yang lupa mengingatkan anda, sementara anda harus mencari alternatif lain agar besok anda harus perjalanan balik ke kota anda karena lusa anda harus masuk kerja (anggap saja perjalanan sehari). Saking paniknya anda memutuskan untuk pergi ke terminal bus untuk membeli tiket bus saja (ada yang tanya pasti, “kenapa tidak naik pesawat?”. Anggap saja si pelaku sedang kanker-kantong kering). Well, sampai di terminal anda sudah terlalu sore, tidak ada agen bus yang masih buka dan menjual tiket. Dengan paniknya anda menyusuri peron-peron di terminal, dan akhirnya ada seorang laki-laki (laki-laki ini sebenarnya calo) bertanya: “Pak, mau nyari tiket ya?”. Panjang lebar anda ngomong sama si calo, dan akhirnya anda memutuskan untuk beli tiket lewat dia karena tidak ada pilihan lain menurut anda waktu itu (maklum panik) dan parahnya anda membayar DP (baca: uang muka) 100 ribu rupiah. Anda terbujuk sama si calo yang menjamin bahwa besok anda pasti dapat bus yang berangkatnya pagi, dan anda lupa meminta nomor hp dari si calo itu, bahkan anda lupa menanyakan nama si calo itu. Baiklah, untuk sementara waktu anda lega dan kembali ke hotel. Menjelang anda beranjak tidur, anda berpikir kira-kira besok dapat bus yang seperti apa. Saat itulah anda panik lagi, anda bertanya-tanya siapa nama calo itu, berapa no. HP nya, dan anda pun menggerutu sepanjang malam sebab anda merasa ditipu. Dan anda memang benar-benar ditipu, karena esok harinya anda tidak menjumpai si calo itu di terminal. Betapa malangnya nasib anda karena anda tergesa-gesa dan panik dalam bertindak.
Baiklah mungkin itu cerita panjang banget dan agak membosankan… meskipun ini benar-benar terjadi pada teman saya. Kembali ke topik, lalu siapa yang memanfaatkan tergesa-gesanya penerapan Kurikulum 2013 yang masih mentah ini? Saya tidak perlu menjawabnya. Jika pepatah mengatakan “ADA UDANG DI BALIK BATU”, saya lebih suka mengatakan “ADA UANG DIBALIK KEBIJAKAN”.
Lalu kenapa saya mengatakan terlalu terburu-buru? Baik akan saya jelaskan. Kurikulum 2013 ini masih terlalu mentah untuk diterapkan. Pemerintah seharusnya menyelesaikan dahulu segala sesuatu yang menjadi inti dari perubahan ini. Salah satu yang belum terselesaikan adalah tentang penilaian pembelajaran untuk kurikulum 2013. Format laporan penilaian dan format rapor siswa pun belum ada format bakunya.
Lalu apa lagi? Buku mata pelajaran, belum tersedianya buku mata pelajaran untuk kurikulum 2013 walaupun sekarang sudah mulai bermunculan dari beberapa penerbit yang tanggap dengan perubahan meskipun konten dari buku itu belum jelas sudah sesuai dengan yang diinginkan dalam Kurikulum 2013 atau belum.

Terlalu Yakin 

Menteri pendidikan kita sepertinya tidak melihat kenyataan yang terjadi di lapangan. Beliau selalu terlalu yakin akan keberhasilan perubahan ini. Mungkin beliau selalu mendapat jawaban “iya”; “baik pak”; “kami sangat mendukung”; “kami sangat antusias menyambut perubahan ini”; “kami paham betul dengan kurikulum ini”; dll. 
Mungkin jika yang bertanya bukan menteri pendidikan, banyak yang menjawab “tau ah, jalani aja”; “kita bisa apa sih, ada perubahan ya ikutin aja”; “belum begitu paham sih sebenarnya”; dll. Sifat orang Indonesia adalah menunjukkan sikap manis di depan orang, jadi ya begitu, yang manis-manis aja yang ditampilkan, yang pahit di belakang saja. Mungkin karena kita menjujung tinggi budaya malu kali ya, sampai-sampai kita tak punya kemaluan (oops, keceplosan! maaf ya!).

SDM yang Belum Memadai

Mungkin ini bagian paling tragis. Perubahan tanpa didukung SDM yang memadai itu seperti hendak memegang pelangi (tidak mungkin wal mustahil). Banyak guru yang telah mengikuti pelatihan tentang implementasi kurikulum 2013 berkali-kali dan masih saja tetap bingung dan tidak terlalu paham bagaiman mengimplementasikan kurikulum baru ini. Tapi ya lagi-lagi kalau yang tanya pak menteri atau pak presiden selalu saja jawabnya “iya pak”; “paham pak”; “insya allah bisa”, “kami siap”. 
Saya pernah ngobrol dengan guru di salah satu sekolah negeri di Jakarta. Beliau ditunjuk oleh sekolah bersama beberapa guru lainnya untuk mengikuti berbagai macam pelatihan atau workshop Kurikulum 2013. Lalu oleh sekolah ditugaskan untuk menyosialisasikan ke guru-guru lain di sekolah itu. Begini obrolan saya:
Saya: “Menurut bapak kurikulum 2013 ini bagaimana pak?”
Guru: “Saya sih mendukung, nggak pernah ikut demo menolak kurikulum baru itu. Cuman ya gitu deh, kurang paham sih dalam praktiknya.”
Saya: “Terus bapak ngajarnya bagaimana?”
Guru: “Saya sih masih meraba-raba, bingung pakai model belajar apa yang cocok, teman-teman guru juga begitu.”
Pernah juga teman saya ngobrol sama guru lain dari sekolah yang berbeda.
Teman saya: “Dengan adanya perubahan kurikulum ini cara ngajar bapak berubah tidak?”
Guru: “Ya saya ngajar gitu-gitu aja sih, kurikulum mau berubah berapa kali pun saya ya begini saja, buktinya murid-murid saya juga jago-jago.” 
Well, saya jadi bertanya, apakah perubahan itu perlu? Mungkin lebih baik kita mengatakan perubahan itu formalitas saja atau perubahan itu hanyalah mimpi-mimpi yang selalu tertunda.

Apakah saya tidak mendukung?

Pasti banyak yang berpikir bahwa saya menolak perubahan kurikulum baru ini. Anda benar-benar keliru mengenai hal itu. Saya mendukung 100% perubahan itu. Tentunya kita menginginkan pendidikan di Indonesia ini semakin maju bukan tejebak pada suatu titik kenyamanan dimana kita lupa akan tuntutan zaman. Tetapi penerapannya yang terburu-buru ini yang saya kurang setuju. Sebaiknya segala hal harus dipersiapkan secara matang terlebih dahulu sebelum diimplementasikan. Baik perangkat, SDM, dan segala hal yang memang dibutuhkan untuk perubahan itu. Jika memang tidak cukup satu atau dua tahun untuk mempersiapkan, bukan menjadi masalah bukan seandainya dipersiapkan selama 5 tahun. Tidak perlulah mengejar target dan pada akhirnya tergesa-gesa. Masalah pendidikan adalah masalah serius, setidaknya dibebaskan dari kepentingan-kepentingan politik dan golongan tertentu. 
Satu lagi yang ingin saya sampaikan, perubahan kurikulum seharusnya diikuti dengan perubahan metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Jangan sampai kurikulum sudah berganti berkali-kali, metode ngajar guru ya begitu-begitu saja, klasik (ceramah), atau siswa disuruh membuat presentasi per bab kemudian memaparkan ke siswa yang lain masing-masing bab.
Semoga artikel ini bermanfaat.
Exit mobile version